Berita Utama

Komite Nasional
Menkes mengatakan, pihaknya akan membentuk sebuah komite yang akan menentukan kebijakan proteksi terhadap semua sampel/spesimen dan strain suatu penyakit hasil penelitian di Indonesia. "Saya akan membentuk suatu komite atau komisi nasional yang terdiri dari pakar spesialis anak, pakar spesialis penyakit dalam, virologi, serta pakar-pakar dari universitas dan dari Depkes," kata dr. Endang.

"Komite itu akan menjadi semacam dewan pertimbangan untuk membahas dan memutuskan tawaran penelitian yang besar-besar, bermanfaat atau tidak untuk Indonesia, apa keuntungannya untuk Indonesia, apa saja yang boleh dilakukan oleh pihak asing, dan lain sebagainya" kata Menkes.

Depkes juga akan membentuk komite material transfer agreement (MTA) yang memutuskan, apakah spesimen virus/bakteri hasil suatu penelitian bisa dibawa keluar dari Indonesia atau tidak. Tetapi sedapat mungkin, spesimen tidak dibawa keluar dari Indonesia," kata Menkes.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya dan puskom.publik@yahoo.co.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .

 
Poliklinik Paviliun Minggu

Pendaftaran Poliklinik Paviliun Minggu, pukul. 08.00 s/d 12.00 WIB

 
Rabies Penyakit Mematikan

 

Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Sampai dengan tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24 provinsi di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT, Lampung dan Sumatera Barat merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua dan Papua Barat.

Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K), MARS dalam acara press briefing berkenaan dengan peringatan Hari Rabies Sedunia di Jakarta 26 Oktober 2009.

Dikatakan, selama 3 tahun terakhir (2006 – 2008) di Departemen Kesehatan, tercatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies, diantaranya 13.175 kasus mendapat Vaksin Anti Rabies dan 122 orang positif rabies (angka kematian 100%).

Pada bulan November 2008, Provinsi Bali yang semula bebas rabies dilaporkan terjadi kematian karena rabies di Kabupaten Badung. Kasus kemudian menyebar ke kabupaten lainnya. Sampai dengan bulan Oktober 2009 telah dilaporkan 10.911 kasus gigitan yang mendapat VAR, dan sebanyak 15 orang meninggal dengan gejala klinis rabies yang berasal dari kabupaten Badung dan Tabanan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar ditemukan sebanyak 37 spesimen positif rabies yang berasal dari 6 kabupaten/kota yaitu Badung, Tabanan, Denpasar, Gianyar, Karang Asem dan Bangli.

Menurut Prof. Tjandra, upaya pengendalian rabies dilaksanakan oleh sektor Peternakan untuk penanganan kepada hewan penular dan pengawasan lalu lintasnya, serta sektor Kesehatan untuk penanganan kasus gigitan pada manusia dan penderita rabies (lyssa). Kedua sektor tersebut bekerjasama dibawah koordinasi Departemen Dalam Negeri dalam wadah Tim Koordinasi (TIKOR) Rabies.

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit menular yang akut, menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosa yang sangat berbahaya, karena apabila gejala klinis penyakit rabies timbul biasanya akan diakhiri dengan kematian, ujar Prof. Tjandra.

Menurut Prof. Tjandra Yoga, Peringatan Hari Rabies Dunia yang diperingati setiap tanggal 28 September adalah waktu yang sangat tepat untuk mulai mengambil langkah-langkah untuk membantu mencegah penyebaran penyakit rabies, melindungi binatang peliharaan, mencegah penyakit rabies pada manusia dan melindungi keluarga tercinta.

Sementara itu dr. Rita Kusriasturi, M.Sc., Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen P2PL Depkes menambahkan, cara penularan rabies dari hewan ke manusia sebagian besar karena gigitan hewan penular rabies. Tetapi bisa juga kontak virus rabies dengan kulit luka atau selaput mukosa. Masa inkubasi (masa tunas) berkisar antara 2-8 minggu bahkan bisa sampai 2 tahun. Binatang yang membawa virus rabies kebanyakan adalah binatang liar seperti rubah, sigung, anjing, kelelawar, monyet. Namun binatang peliharaan seperti berang-berang, anjing dan kucing juga bisa membawa virus rabies bila kontak dengan binatang liar dan bisa menularkannya ke manusia, ujar dr. Rita.

Menurut dr. Rita, tanda-tanda penyakit rabies pada manusia yaitu :

  • Riwayat gigitan dari hewan seperti anjing, kucing dan kera.

  • Dilanjutkan dengan gejala-gejala nafsu makan hilang, sakit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual/muntah-muntah.

  • Pupil mata membesar, bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan.

  • Adanya rasa panas (nyeri) pada tempat gigitan dan menjadi gugup.

  • Rasa takut yang sangat pada air, peka terhadap suara keras, cahaya dan angin/udara.

  • Air liur dan air mata keluar berlebihan.

  • Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan dan akhirnya meninggal dunia

Bila seseorang digigit hewan yang menderita rabies, tindakan pertama yang dilakukan adalah “Cuci Luka gigitan secepatnya dengan air mengalir dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit”. Kemudian luka diberi antiseptik/alkohol 70%, setelah itu segera bawa ke Rabies Center (Puskesmas atau Rumah Sakit) atau ke dokter untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya, ujar dr. Rita.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mailpuskom.publik@yahoo.co.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya
info@puskom.depkes.go.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya , kontak@puskom.depkes.go.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .

 

 
STANDAR PERLINDUNGAN PASIEN PERLU DISOSIALISASIKAN KE SELURUH RUMAH SAKIT

Menteri Kesehatan dr. Endang R.Sedyaningsih, MPH,.Dr.PH mengatakan, peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir belum diikuti peningkatan kualitas layanan medik. Hal ini dapat dilihat dari 1.292 rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia baru 60 persen diantaranya yang terakreditasi.

"Dari yang sudah terakreditasi pun belum semuanya menerapkan prosedur standar perlindungan pasien," kata Menkes saat membuka Kongres XI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Balai Sidang Jakarta, 28 Oktober 2009.

Menkes mengatakan, hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Data emperik membuktikan masalah medical error (kesalahan medis) sering terjadi dalam derajat yang beragam, dari yang ringan hingga yang berat. Menurut laporan IOM (Institute of Medicine) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun terjadi 48.000 hingga 100.000 pasien meninggal dunia akibat kesalahan medis, ujarnya.

Dr. Endang R. Sedyaningsih berharap, PERSI, sebagai induk organisasi pengelola rumah sakit, ikut berperan secara aktif mendorong seluruh anggotanya untuk bersama-sama melaksanakan dan mengembangkan pelayanan medik prima guna mencapai tujuan perlindungan pasien.

“Salah satu upaya besar pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mensosialisasikan nilai-nilai perlindungan pasien (patient safety) kepada seluruh komponen professional dan rumah sakit”, ujarnya.

Pelayanan medik prima dalam mencapai perlindungan pasien dapat diwujudkan melalui identifikasi secara cermat seluruh pasien, peningkatan komunikasi yang efektif kepada pasien, peningkatan keamanan pasien dengan sedini mungkin mengenali tanda-tanda untuk keberhasilan atau kegagalan dalam pengobatan serta terhindarnya salah tempat, salah pasien dan salah tindakan pembedahan yang tidak sesuai dengan prosedur.

Selain itu, kata Menkes, infeksi nosokomial, kerugian pada pasien yang diakibatkan oleh kesalahan petugas medis dan perawatan harus ditekan seminimal mungkin. Dalam Kongres yang mengangkat tema “ Menuju Rumah Sakit Bermutu Global dan Peran Stakeholder dalam Patient Safty dari Hulu ke Hilir “, Menkes mengharapkan rumah sakit harus mengubah paradigma, bukan berorientasi pada dokter tapi pada pasien. Pelayanan juga tidak dilakukan terpisah, tapi terpadu," kata Menkes.

Pelayanan terhadap pasien di rumah sakit, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional secara tepat dan cermat sesuai kebutuhan pasien. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien, juga harus didokumentasikan dengan baik supaya pengelola rumah sakit memiliki data dan catatan medis yang dibutuhkan jika masalah muncul kemudian hari. Tenaga kesehatan yang bertugas di depan harus tahu perasaan pasien, bicara kepada mereka supaya keluarganya tidak panik, kata dr. Endang.

Masyarakat kita terutama yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas. Karena itu mereka banyak yang memilih berobat ke luar negeri dibandingkan menggunakan layanan kesehatan dalam negeri. Apabila hal ini dibiarkan, devisa kita akan terus mengalir ke luar negeri.

Untuk itu Depkes mendorong terwujudnya RS Kelas Dunia. RS Pendidikan akan dijadikan prioritas karena telah memiliki SDM maupun sumber daya kesehatan sebagai prasyarat untuk meningkatkan mutu pelayanan, penelitian dan pendidikan. Selain itu RS Pendidikan yang selama ini dijadikan wahana bagi pendidikan dokter dan dokter spesialis dapat meningkatkan kualitas dokter, sehingga kedepan mutu pelayanan medik di tanah air akan semakin baik sehingga memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya , info@puskom.depkes.go.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya , kontak@puskom.depkes.go.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .

 
Pelajar Bertanya, Menkes Menjawab

Rabu (24/06/2009), Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) melakukan dialog dengan 200 pelajar Indonesia yang tergabung dalam Forum Pelajar Indonesia, dengan tema “Pelajar Bertanya, Menteri Kesehatan Menjawab”, di gedung Departemen Kesehatan RI. Dalam kesempatan tersebut Menkes didampingi Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). Hadir juga Direktur Bina Kesehatan Komunitas Dr. Edi Suranto, MPH, Kepala Pusat Komunikasi Publik dr. Lily S. Sulistiyowati, MM, Sekretaris Dirjen Bina Yanmed Dr. Mulya A. Hasjmy, Sp.B, M.Kes, Kepala Biro Kepegawaian drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, dan Direktur Bina Gizi Masyarakat dr. Ina Hernawati, MPH.

Forum Pelajar Indonesia atau For Indonesia, merupakan sebuah ruang kreatif bagi 200 pelajar berprestasi yang berusia 17-21 tahun dari seluruh Indonesia untuk bertukar pengalaman, pemikiran sekaligus membangun kepedulian, pemahaman serta kerjasama dalam menghadapi tantangan narkoba, HIV/AIDS, flu burung dan flu babi, kesehatan reproduksi remaja, kekerasan seks pada anak serta budaya hidup sehat.

Menkes dalam pidatonya menyatakan menyambut baik, bangga dan mendukung kegiatan forum pelajar Indonesia ini. Forum seperti ini perlu ditumbuh suburkan dalam upaya membangun kembali rasa bangga sebagai bangsa Indonesia didalam jiwa generasi muda, karena dari rasa bangga akan tumbuh rasa nasionalisme yang kuat sehingga diharapkan akan lahir sebuah generasi yang kuat dan tangguh, yang mampu membela kedaulatan bangsa Indonesia tercinta.

Menurut Menkes, Indonesia memiliki cita-cita yang sangat luhur dan mulia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berangkat dari cita-cita itu, Depkes sejak tahun 2004-2009 mempunyai visi memandirikan masyarakat untuk hidup sehat dan misi untuk membuat rakyat sehat. Apabila rakyat sehat, maka negara akan kuat.

Selain itu, Depkes juga memiliki 4 strategi utama yaitu memberdayakan masyarakat, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana kesehatan dan tenaga kesehatan, meningkatkan informasi dan komunikasi antara pusat dan daerah, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan, ujar Menkes.

Untuk mencapai visi dan misi, Depkes mempunyai nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi yaitu, pro rakyat, bertindak cepat dan tepat, bekerja dengan team work yang solid, bekerja dengan integritas yang tinggi, dan bekerja dengan akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga dengan kerja keras, nilai-nilai dan visi serta misi tersebut, Depkes dapat mencapai target-target yang ditentukan oleh Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono.

Target-target yang telah dicapai Depkes antara lain penurunan angka kematian ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2004, menjadi 228 per 100.000 KH tahun 2007, sedangkan target pada tahun 2009 adalah 226 per 100.000 KH. Menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 35 per 1000 KH pada tahun 2004 menjadi 26 per 1000 KH tahun 2007, sesuai target. Target penurunan prevalensi gizi kurang pada balita sesuai Millenium Development Goals (MDG) tahun 2015 yaitu 20%, pada tahun 2007 Indonesia sudah mencapai 18,4%. Begitu pula Umur Harapan Hidup saat ini 70,5 tahun, dengan target tahun 2009 adalah 70,6 tahun, tambah Menkes.

Menkes menambahkan, empat dari seluruh tujuan MDG itu adalah tugas Depkes yaitu menurunkan kematian bayi dan anak, kematian ibu melahirkan, menghentikan penyebaran HIV/AIDS, dan menyediakan ketersediaan air dan sanitasi. Dari keempat tujuan MDG tersebut, Indonesia telah mencapai hasil yang sangat menggembirakan.

Menkes diakhir sambutannya mengingatkan agar forum pelajar ini jangan terlepas dari cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Kegiatan dan prestasi apapun yang akan dicapai haruslah berguna bagi negara khususnya kesejahteraan masyarakat.

Dari 10 pertanyaan dalam dialog tersebut, antara lain mengenai program Jamkesmas yang disampaikan oleh Teguh Purnomo dari pondok pesantren Muhammadiyah Garut. Menanggapi hal itu, Menkes menegaskan bahwa program Jamkesmas belum pernah ada selama Indonesia merdeka. Ini adalah program pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi orang miskin, agak miskin, dan sangat miskin yang berada di desa-desa di seluruh Indonesia. Jumlah rakyat miskin di Indonesia yang berhak mendapat Jamkesmas adalah 76,4 juta jiwa yang tersebar di desa-desa bukan Kabupaten/Kota. Sedangkan Jamkesmas yang belum terealisasikan dengan baik, menurut Menkes berkaitan dengan distribusi atau pendataan kartu Jamkesmas. Yang berhak mendapat kartu Jamkesmas adalah rakyat miskin yang telah didata oleh RT/RW setempat dan disahkan oleh Bupati/Walikota. Apabila masih ada rakyat miskin yang belum mendapatkan kartu Jamkesmas, maka terjadi kesalahan dalam pendataan di Kabupaten/Kota.

Pertanyaan lain yang disampaikan oleh Safitri Amanda Putri dari SMK Keperawatan Bina Medika Jakarta Pusat, mengenai flu babi dan penyebarannya, Menkes menjelaskan bahwa penyakit flu babi tidak ada hubungannya dengan hewan babi dan lebih banyak mengandung unsur politik dunia. Menkes juga menganjurkan agar membaca buku karangannya ”Saatnya Dunia Berubah”, karena didalamnya diceritakan perjuangan Menkes terhadap ketidakadilan dunia yang merugikan negara-negara berkembang dan negara miskin, terutama dalam kasus flu burung yang melanda Indonesia. Persediaan tamiflu yang dibutuhkan untuk pasien flu burung tidak ada di pasaran karena sudah dibeli oleh negara-negara kaya yang justru tidak mempunyai kasus flu burung. Namun ketidakadilan itu sudah terbongkar berkat perjuangan keras dan berani Menkes di hadapan sidang World Health Assembly (WHA).

Oleh karena itu Menkes mengharapkan agar pemuda Indonesia jangan merasa minder dan takut dengan orang asing, karena orang Indonesia pun tidak kalah cerdas dan pintar dengan asing.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-52907416-9 dan 52921669, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .